FanFiction ngak punya Judul!! (PART 4) most of Laruku songs that I'd love is made by KEN KITAMURA, don't YOu think that I'm so connected with him? XD
PART V
“Eri-san! Kau mau kemana?” kata Yuki cemas. Tidakkah kau melihat aku menangis dan aku ingin sendiri? Aku melepaskan tangannya.
“lepas!” kataku sambil menggeleng, lalu pergi. Aku hampir mencapai pintu apartemenku dan Yuki menangkapku lagi. Aku tidak dapat-berkata-kata, semua tercekat ditenggorokanku dan aku hanya memalingkan wajahku dan menatapnya dengan nanar. Melihat mataku digenangi air, ia melonggarkan genggamannya dan aku mencuri kesempatan itu untuk berlari ke dalam. Drama, apa kita sedang bermain drama disini?
Sudah kuduga, aku mestinya tak usah datang ke acara konyol ini. Lagipula, dengan datangnya aku ke pesta itu, berarti aku menyetujuinya kan? Baka, elizabeth baka! Aku ingin segera kembali ke wujud kucingku! Aku ingin kembali ke pelukan Ken. Biar, biar saja aku tak bisa mengatakan perasaanku, toh semuanya sudah jelas. Nyaris tidak ada kesempatanku lagi untuk bersama ken. Andai, ada yang dapat kulakukan untuk mendapatkan pelukan yang dulu...
Aku terbangun dari tidurku. Samar-samar terdengar suara ribut diluar yang membangunkanku. Sepertinya selalu aku terbangun karena keributan. Cih apa lagi ini?
“... sungguh, Ken! ... salah paham! Kau...”
“... mabuk... bukan seperti...”
“cukup! ... dari rumahku!”
Blam!
Suara pintu dibanting yang akhirnya benar-benar membangunkanku. Samar-samar kuingat percakapan yang timbul-tenggelam tadi. Bukankah tadi itu... suara Ken dan Mayura? Dan Yuki juga! Aku bertanya-tanya jam berapa sekarang dan menatap jam digital di meja dekat tempat tidurku. Ah, Masih tengah malam. Aku segera terbangun dan menyambar kardiganku, lalu berlari keluar. Kulihat Mayura tertunduk di depan pintu apartemen Ken bersama Yuki.
“bukankah ini masih malam?” kataku setengah mengantuk.
Mayura hanya sesenggukan.
“Ken, salah paham, aku... kita semua mabuk, dan begitu aku terbangun karena suara hempasan keras lalu aku menyadari Mayura di tertidur di lengan ku dan Ken yang berdiri menatap kami” kata Yuki tertegung.
“maksudmu?”
“aku rasa aku mabuk, dan aku benar-benar tidak bisa mengingat apa yang terjadi beberapa jam sebelumnya. Begitu aku bagun, Ken kelihatan siap membunuhku. Tetsuya dan Hyde sedang menenangkannya di dalam” kata Yuki lagi
Dia menghembuskan nafas
“kurasa sebaiknya untuk sementara aku pergi menjauh darinya” dia berjalan menjauh, menuju lift “selamat malam, Mayura, Eri”. Dia menghilang di dalam lift.
Sementara aku dan Mayura berdiri kaku diluar. Mayura berdiri terisak di bersandar di dinding, lalu menatapku sebentar. Apa? Kau berharap aku membelaimu dan mengasihanimu? Yang benar saja.
“Ken? Ken? Apa kau baik-baik saja?” kataku mengetuk pintu. Masih tidak ada jawaban. Aku menoleh sebentar memandang Mayura yang kini terisak diam-diam dan gemetar. Maaf, kini setelah apa yang kulihat beberapa jam yang lalu, aku tidak punya rasa belas kasihan yang tersisa untumu
“Ken?” aku mengetuk pintu lebih lembut. Terdengar orang bercakap-cakap didalam. Dan akhirnya pintu dibuka. Tetsuya yang membukakan pintu. Aku masuk, diiringi tatapan memelas Mayura.
“ada apa?” tanyaku tak menentu untuk siapa.
“ehm... aku kurang begitu mengerti” kata hyde. Aku menatap Tetsuya.
“kelihatannya terjadi kesalahpahaman”
“tidak. Yang kulihat itu cukup jelas” tiba-tiba Ken berbicara, rambutnya acak-acakan, sangat berbeda saat di pesta beberapa jam yang lalu. dia menatapku dengan putus asa. Jangan tatap aku dengan putus asa seperti itu. akulah yang berusaha menjagamu, tatapan itu hanya memberiku harapan dan membuatku mengasihanimu lebih banyak. Membuatku semakin berusaha menghilangkan tatapan itu, membuatku semakin berusaha untuk memelukmu dengan erat. Seakan dengan begitu semua kesedihan kuharap menghilang.
“ayolah Ken, jernihkan pikiranmu” kata Tetsuya “bayangkan semua yang telah kau persiapkan. Semua ini hanya salah paham, Ken”
“benar. Aku setuju dengan Tetsuya. Yuki tidak mungkin melakukannya.” Kata hyde “kita telah Kenal dia selama 13 tahun, jika ia memang ingin merebut gadismu, telah dilakukannya sejak dulu Ken”
“aku yakin vodka membuat kita semua tak bisa berfikir jernih” kata hyde lagi “aku tadi hampir memeluk Ayana” katanya yang langsung mendapat tatapan pembunuh Tetsuya.
“tidak, ini perkara serius” kata Ken “mereka tidur dimalam perayaan pertunangan kami. Yuki, dasar bermuka dua! Sesaat sebelumnya memelas-melas untuk dipertemukan dengan Eri, ternyata dia malah tidur dengan calon istriku. Yang benar saja” kata Ken emosi, bangkit dari duduknya dan menggebrak meja.
Eh? Yuki minta dipertemukan denganku? Seharusnya itu bermakna apa?
“tenang, tenang Ken” Tetsuya menenangkan
“ooh. Yang benar saja Ken. Bukankah dulu saat bersama Mayura kau jelas-jelas tidur dengan naomi juga?” kata hyde mengerutkan Keningnya, berusaha menyindir Ken. Bad hyde. “Kenapa kau tidak bisa mentolerir yang ini? Kau bisa merasakan sakitnya Mayura kan saat itu” oh, ya, ini salah satu penyebab mereka berpisah beberapa saat yang lalu. saat Mayura menemukan Ken tidur bersama salah satu mantan pacarnya, aku ingat. “sudahlah Ken, kau harus memberikan kesempatan kedua untuk Mayura... kau tidak mendengar dia menangis-nangis di luar? Dia belum juga pergi!” kata hyde
“berfikirlah dengan kepala jernih Ken” kataku, mengelus-elus pundaknya. Aku sungguh munafik, aku senang melihatnya terluka seperti ini, asal bukan karenaku saja. Dengan begitu aku bisa terus menghiburnya. Aku baru tahu, inilah yang disebut munafik dan contoh nyatanya. Entahlah, aku juga tidak mengerti.
“Eri benar, ini malam yang buruk, kita semua mabuk” kata hyde lagi.
“Ken?” kata Mayura. Bagaimana dia masuk? Kulihat tetsuya masuk belakangan, Ternyata Tetsuya yang membukakan pintu.
“Ken...” katanya terisak “aku... aku benar-benar tak tahu apa yang terjadi, tapi aku yakin ini hanya salah paham. Maaf, maafkanlah aku dan Yuki-san” kata Mayura terisak “sungguh Ken aku...” kata-katanya terhenti.
“benar, maafkan lah juga Yuki-san” kataku, kata-kata itu meluncur begitu saja.
Ken terdiam. Ruangan hening.
Akhirnya Ken maju dan memeluk Mayura. “jangan buat aku cemas lagi, aku benar-benar tak ingin kehilanganmu” katanya terisak. Ken menangis. Lalu mereka berdua menangis terisak. Semua orang larut dalam euforia Ken dan Mayura, tapi aku tidak. Aku benar-benar bingung apa yang terjadi barusan. Hanya itu?
Yang benar saja!
***
Sebulan berlalu, dan aku belum kembali menjadi tubuh kucingku. Aku sedang di apartemen Ken, bersama Mayura, mempersiapkan pernikahan mereka. Kini kami ditengah tumpukan bermacam-macam contoh buket bunga dari agen pernikahannya.
“kurasa di pantai pribadi juga cukup baik... kami tak ingin diserbu oleh fans” katanya mengoceh sendiri
Aku hanya mengangguk.
“oh... apa kau baik-baik saja, Eri?” kata Mayura memegang pundakku
“yah... aku...” kataku tercekat. Kau bertanya apa aku baik-baik saja? Tentu tidak! Sudah lama aku bermimpi dapat memeluk Ken, dan sekarang ketika aku sudah memiliki kesempatan, kau datang merusaknya. Yang benar saja! Demi tuhan, aku ingin membunuhmu! Tanpa sadar aku menatap kososng ke arah balkon, memandangi langit yang kelihatan kelhilangan cahaya matahari. Mendung?
“aku baik-baik saja” sudah kukatakan aku pembohong yang hebat? Oh, sudah ya...
“em... begini Eri-chan” katanya menghentikan mengikir kukunya “aku sempat mendengar kalau kau pernah menyatakan perasaanmu pada Ken” katanya terhenti lagi “aku... aku tak ingin terjadi menjadi musuhmu atau semacamnya, jadi... bisakah kita tetap berteman?” katanya sambil tersenyum.
Akulah yang seharusnya tersenyum dan tenggelam dalam buket bunga dan pelukan Ken.
***
“dengan ini kalian kunyatakan sebagai-suami istri, sehidup-semati” kata pendeta di hadapanku “ you may kiss the bride”
Aku merasakan tangan Ken melingkar di pinggang dan leherku, lalu menutup mataku. Merasakan ciuman lembut dibibirku, dengan angin pantai disekitar kami.
Inilah akhir bahagia untukku, untuk Ken dan untuk elizabeth. Pernikahan kami diselenggarakan di pantai pribadi di kepulauan okinawa.
Diantara ciuman itu aku perlahan membuka mataku, dan yang pertama kutangkap bukan helaian rambut lembut Ken, tapi Yuki yang duduk 2 deret dari depan. Matanya tertutup sunglasses, tapi aku yakin, walau hanya perasaanku, bahwa dia menatap kearah kami, kearahku.
Eh? Ada apa?
***
Hatenai nagare ni wa(tak lebih dari aliran tak berakhir) setsuna no oto(suara yang sekejap mata)
yurarete mori e yama e to tadayou(berguncang, menghanyutkan menuju rimba, dan menuju gunung)
aisenai araisoi sae nami ni nomare(sekalipun masalah yang tak bisa kita cintai, ditelan ombak)
yudaneta uta wa anata e to shizumu(tenggelam dalam sebuah lagu yang kupersembahkan untukmu)
jemari itu mencengkram leher dengan keras. Bekas kukuknya memerah di sekitar leher, sementara pemilik leher menghadapi maut, pemilik jemari itu tersenyum. Senyum kejam yang lebih mirip dengan seringai. Akhirnya, kau akan pergi. Takkan menggangguku lagi, pikirnya. Dia makin mencekram leher itu. korbannya menagis, air mata meleleh , turun ke pipinya dan jatuh dari balkon setinggi 30 meter kejalanan dibawahnya. Tangannya yang bebas memukulkan buket bunga ke gadis yang mencekiknya. Kenapa aku harus mencengkramnya lebih lama? Menyusahkan saja, sembari berfikir begitu, tangan yang lain mendorong bahu gadis yang terengah-engah tadi. Mendorongnya dengan kuat, hingga gadis itu kehilangan pijakannya dan terjatuh seperti beberapa tetes air mata sebelumnya, bersama dengan buket bunganya. Dia menggapai-gapai udara, sebelum akhirnya badannya remuk akibat beradu dengan aspal jalan raya, yang tragisnya, langsung ditimpali dengan derum mobil diatasnya yang semakin membuat badan semakin tidak berbentuk, samar-samar dari atas balkon gadis itu mendengar bunyi patahan, patahan tulang. Jalanan semakin ramai, orang-orang berkumpul, seperti warna merah darah menyebar di sekitar badannya. Hm... kelihatannya badannya hancur, tapi baguslah, dengan begitu takkan ada bekas jejak cekikan disekitar lehernya. Pemandangan yang indah, dari sudut pandang seseorang di atas balkon. Mayat seseorang berlumuran darah yang tak tahu bentuknya lagi, sementara disampingnya tergeletak sebuket bunga sebagai teman perpisahannya. “toloooong! Seseorang tolong!!!” jerit gadis di balkon itu. jeritan dibutuhkan, untuk tambahan drama. Dia mengadah sebentar memandang langit yang tanpa disadari telah mendung, entah sejak kapan. Titik-titik hujan mulai turun, membasahi pipinya, melebur bersama setitik airmata gadis itu sendiri. Setitik, hanya setitik airmata duka untuk gadis yang sudah ia hempaskan bersama dengan buket pernikahannya dan mimpi-mimpi tentang pernikahannya ke jalan raya. Remuk. Dia terduduk di balkonnya menikmati air hujan membasahi tubuhnya sebagai ganti air mata yang seharusnya turun darinya untuk berduka cita. “ada apa?” kata Ken tiba-tiba berlari datang. Gadis itu menoleh, sambil terisak. Maaf, sudah terlambat Ken. “Ken... Ken...” kata gadis itu terisak lebih keras. Rintik hujan membantunya merealisasikan dramanya, membuat airmata palsunya tampak begitu nyata. “Eri, mana Mayura?” kata Ken mengguncang bahu gadis itu dengan panik.
Aku terbangun dengan kaget. Terengah-engah, dengan badan yang berkeringat. Padahal di kamar itu dingin karena pengaruh AC. Sial... mimpi itu lagi. Aku bangun sejenak, memandang berkeliling kamar yang remang-remang. Aku berusaha mengalihkan pikiranku. Ah... ini kamar yang sangat kukenali kan? Aku sudah lama tidak berada di kamar ini lagi. Aku kangen berada di kamar ini lagi. Tidak ada yang berubah... tumpukan kaset masih berantakan seperti yang dulu, di bawah tv layar datar yang sama. Tumpukan baju kotor di salah satu sudut dan meja komputer dan tumpukan kertas partitiur Ken di dekat jendela. Serta bantalan dalam keranjang disudut yang lain. Dulu aku terlelap disitu kan? Atau di ranjang ini. Seperti yang kubilang, tidak ada yang berubah, yang dipelukan Ken masih elizabeth. Aku menoleh ke sisi ranjangku, Ken masih terlelap dengan tangannya yang satu melingkar di pinggangku. Kini aku berada di dunia mimpiku yang dulu. Dunia yang sudah lama kuimpikan. Aku tak mungkin bermimpi malam ini kan? Karena baru saja aku bangun dari mimpi burukku. Uhm... dibilang mimpi buruk juga sebenarnya bukan, karena itu hanya kilas balik tentang apa yang kulakukan 2 bulan lalu.
Aku bangkit, sepenuhnya beranjak dari kamar dan keluar menuju dapur. Aku mengambil champagne yang tersimpan di kulkas, menuangnya, lalu berjalan ke balkon. Benar, akulah yang menyebabkan kecelakaan yang menimpa Mayura. Aku yang mendorongnya terjatuh dari balkon. Aku yang mencekiknya, lalu pura-pura berduka cita saat Ken tertunduk menangis bersamaku, aku memeluknya. aku bukan saja pembohong yang hebat, tapi juga akrtis yang hebat. Hm.... dulu saat masih menjadi kucing, Ken dan aku pernah menonton film superhero. Saat pemeran antagonisnya mencekik si superhero, Ken menjerit “ah! Kalau saja langsung dibunuh, pasti superheronya kalah! Kenapa juga dibunuh dengan cara yang sulit dan memakan watu?” katanya, kelihatannya dia mendukung penjahatnya. Nah, kuberitahu Kenapa pembunuhnya memilih membunuh dengan tangan kosong dan memakan waktu yang lama. Aku menikmati saat korbanku tersengal-sengal kehabisan nafas. Menggeliat-geliat melakukan perlawanan yang tak berarti. Aku menikmati tatapan memelasnya, seakan-akan semua rasa sakitku selama ini perlahan terbayar dengan menatapnya kesakitan. Tanpa sadar aku tersenyum, menyesap champagneku. Rasa cemburu dan penantian untuk menunggu hari ini terjadi, terbayar saat akhirnya kami menikah sebulan yang lalu. tidak kusangka dia butuh memulihkan dirinya selama sebulan, di saat itu aku bersabar, selalu menemaninya. Seperti saat ia pergi dari rumah orang tuanya. Akulah yang akan terus menjaga Ken.
Ah, aku juga ingat. Akulah yang menyebabkan mereka hampir putus saat itu. aku memutarkan bolamataku, aku harus minta maaf pada Yuki.
“Eri-san! Kau mau kemana?” katanya cemas. Tidakkah kau melihat aku menangis dan aku ingin sendiri? Aku melepaskan tangannya.
“lepas!” kataku sambil menggeleng, lalu pergi. Pikiranku kalap, aku harus bertindak. Harus. Apa saja. Aku mengusap air mata yang sempat bergulir tadi.
Setelah itu aku pergi ke apartemen, mengambil obat tidur dan pura-pura mabuk bersama Yuki. Dia takkan sadar ketika aku memasukkan obat tidur ke koktailnya, lalu kami masuk bersama ke kamar Ken, dan dia langsung tertidur. Setelah itu aku terkikik membayangkan yang terjadi selanjutnya. Hahaha, andai saja waktu itu hyde dan Tetsuya tidak menghentikan Ken, pasti Mayura tidak perlu berakhir di dalam tanah sekarang.
“Eri? Eri-chan?” kata Ken dari dalam “Eri-chan!” katanya panik. Ada apa?
“aku disini, Ken” kataku bersiap menghampirinya, namun dia mendapatiku duluan di ambang pintu balkon.
“oh, tuhan. Kupikir kau hilang kemana. Aku... aku tak menemukanmu di kamar!” katanya cemas, lalu memelukku.
“tenanglah... aku terbangun dan tak bisa tidur lagi” Aku menuangkan champagne hingga memenuhi separuh gelas. “ini, minumlah... mungkin kau bisa tenang” aku menyodorkannya, lalu memeluk Ken.
Forever, rairara rairarara, rekishi no nagame ni (merenungkan sejarah)
Forever, rairara rairarara, sotto dakareru (perlahan-lahan memelukmu)
Yurarete, yurarete (berguncang, beRguncang)
don't show any pict in here!
curious?
*hit hit hit
what I should write next?
how about Kagrra or the GazettE? or Miyavi?