fanFiction Please Rise from The Death on Earth with My Last Kiss (PART 1)

Title: Please Rise from The Death on Earth with My Last Kiss
author: me and my notebook :P
genre: angst, a little thriller, romance, horror... or whatever you want lah! You may decide it as whatever you want
warning: kalimat-kalimat yang berat, bahasa njlimet, waktu muter-muter, banyak salah ketiknya
mohon pengertiannya~~
TT___TT

sankyuu buat Icchan yang udah ngeyakinin aku buat nge-publish FF gaje ini ^_^
ay lopyu pull, mbak!
XXD

BUTTERFLY SLEEP-L’Arc~en~Ciel
FanFictioin: PLEASE RISE FROM THE DEAD ON EARH, WITH MY LAST KISS...

KAI FEVER. KAI FEVER. KAI FEVER.
GO GO GO MY INSPIRATION YUTAKA UKE~~~ o(>,( ‘>,<)>,<)o





shoujo no you ni
karenna hitomi wa toumei na mama de
majiwaranai awaku shiroi hada
chou no you ni mau doresu

suasana kafe itu sendiri tidak begitu ramai, namun jalanan cukup padat sehingga kafe yang berada di pelataran jalan itu dapan ikut merasakan sesaknya suasana sekeliling. Kafe itu menghadap ke sebuah air mancur yang merupakan pusat daerah tersebut, daerah yang bergaya bistro. Tidak cukup banyak orang duduk di daerah itu, di kafe-kafe maupun sekedar di sekeliling pagar beton air mancur, sore itu teduh, angin sesekali bertiup menjelang masuknya bulan maret. Matahari sesekali bersembunyi di balik awan, ditudungi payung besar berwarna coklat kenari. Daun-daun bergerisik di sela-sela kucuran air mancur.
Kai berbincang dengan wanita dihadapannya, sesekali tersenyum atau menghirup kopinya. Suasana hangat dan keduanya sedang terlibat perbincangan ringan mengenai rencana berlibur mereka, si perempuan memakai pakaian yang cocok untuk suasana hangat di musim semi. Tapi, siapa yang tahu di dalam hati Kai terjadi badai bergemuruh, dingin, kelam, gelap, ditengah musim semi.
Matanya memandang sebuah titik dibelakang behu gadis itu, sebentar-bentar dia mengalihkan tatapannya ke titik itu, tanpa menghilangkan senyum manisnya sehingga gadis di depannya tak tahu kini pikirannya bercabang. Kai semakin risih dengan keadaan itu, batinnya terkoyak menyadari kini dua pasang mata menatapnya

“ano... Kai-kun, kau baik-baik saja?” kata salah satu pemilik sepasang mata itu, kini mulai mengerutkan alisnya. Gadis itu perlahan kehilangan senyumnya karena lama-kelamaan dia menyadari tatapan mata Kai yang terus beralih.

“ah, tentu saja. Ada apa bertanya seperti itu, Sumire-chan?”
Sumire berbalik sebentar, mencoba meyakinkan hatinya bahwa tidak ada sesuatu di balik pundaknya yang cukup menarik untuk dilihat oleh Kai. Dan benar saja, Sumire mendapati bangku-bangku kosong dibelakangnya, kafe outdoor itu cukup sepi. Satu-satunya objek hidup disitu hanyalah pelayan cowok yang membelakangi mereka mengelap kaca jendela kafe.
“tidak... mungkin hanya perasaanku saja” kata Sumire lagi. Mengingat pelayan pria itu Sumire bertanya dalam hatinya, tidak mungkin kan Kai....

himeta omoi musubarenakutomo
eien o negatta kisetsu wa
sotto kage o hisome kurayami no shihai
yuganda haguruma ah

aku tersadar. Aku... ada daerah kafe disekitar air mancur. Menatapnya tersenyum bersama seorang gadis. Hatiku... perih, lebih perih dari belati yang menancap di lambungku. Berbagai memori berkelebatan di kepalaku. Aku rasa aku tak bisa menyusun kejadian-kejadian itu secara kronologis. Aku merasa sedang dalam lamunan panjang saat menonton film. Aku masih ingat perkataannya dengan jelas, mimiknya, dan jari-jarinya yang gemetar. Air mata dingin menyebrangi pipiku, dan aku mengeluarkan jerit kecil tertahan.
“ngerasa aneh nggak?” kata seorang pria tinggi berambut pirang yang duduk di dekatku
“er... apaan?” kata temannya, mengadah dari laptop yang sedang ditekuninya. Rambut-rambut hitamnya tersibak ketika ia mengangkat wajahnya dan memperlihatkan tindik di bibir bawahnya.
“nggak tau... kayak ngerasa merinding gitu deh” kata si rambut pirang lagi
temannya yang berambut hitam menatapnya sejenak, lalu menaikkan sebelah alisnya seakan berkata: ‘kamu bercanda, kan?’
si pirang memukul belakang kepala cowok bertindik itu, “aku serius! Kamu nggak ngerasain? Kayak ada angin-angin dingin mau hujan gitu?”
“Uruha, please! Apa kamu baru aja nonton The Ring sampai ketakutan begini?” cowok bertindik itu segera melanjutkan pekerjaannya.
cowok yang dipanggil Uruha itu hanya diam saja, memanyunkan bibirnya, tanda dia masih tak setuju. Aku tahu dia pasti mencoba membantah perkataan temannya, namun tidak mempunyai argumen yang kuat. Bibirnya berkomat-kamit tidak jelas. Matahari semakin lenyap, hingga akhirnya warna biru berganti oranye,berganti kemerahan, dan akhirnya... biru gelap dengan taburan bintang. Tidak lama setelah senja, datang dua orang lagi bergabung dengan kedua cowok tadi, yang satu lebih pendek dengan rambut pirang nyaris putih, dan yang lain tampak sangat mencolok dengan menggunakan noseband. Mereka mengambil kursi di kiri dan kanan kedua cowok tadi, dan kursi yang ditarik cowok-noseband membentur kursi didekatku. Aku tetap memandang Kai dari kejauhan dan menutupi nyaris sebagian wajahku dengan rambut panjang yang menjuntai.
“apa-apaan kalian ini? Kalian terlambat satu setengah jam tau!” kata Uruha kesal
“hahaha, maaf... kami pergi ke bengkel sebentar untuk melihat perkembangan Harley-ku” kata Reita
“jadi bagaimana menurut kalian? Tentang stadion yang akan kita gunakan selanjutnya?” kata yang berambut putih-pirang, Ruki, mencoba mengalihkan perhatian.
“stadiunnya bagus, terutama backstage-nya luas dan leluasa” kata si cowok bertindik, Aoi.
“entahlah... kata beberapa staff Alice Nine mereka pernah kemasukan fans illegal dari backstage-nya. Mungkin punya jalan belakang yang tidak kita ketahui?” kata Aoi lagi meneguk bir-nya.
“benarkah? Jadi apa yang terjadi pada mereka?”
“yah... untungnya fans itu tidak banyak, jadi... mereka baik-baik saja” Aoi meneruskan.
“hahaha, kau mengatakannya seakan itu tidak baik-baik saja! Masalahnya, apakah struktur stadiunnya tidak akan menggangu performa kita? Seperti dindingnya akan memantulkan gema, space untuk kamera yang terlalu sempit... atau semacamnya?” Kata Ruki sambil menutup buku menunya dan menyerahkan pada pelayan.
“kurasa tidak, entahlah, kita belum tahu hingga Kai mencoba drum barunya kan? Seharusnya itu tidak menjadi masalah besar” kata Uruha.
“hei...” tiba-tiba cowok noseband berkata dengan suara pelan yang misterius “itu Kai dengan seorang gadis... kan?”, lalu menunjuk ke tempat Sumire duduk membelakangi mereka, semua teman-temannya menoleh mengikuti arah telunjuk cowok noseband, Reita.
“wah, ternyata dia tidak bisa ikut karena kencan ya...” kata Aoi dengan nada setengah jengkel-setengah malu.
“itu... Kizuna? Kizuna yang dulu dia sempat ceritakan itu?” tanya Urunya memainkan rokoknya.
‘Tidak! Itu bukan aku! Jangan samakan aku dengan gadis itu!’
“hee~ dia tidak seperti gadis muram itu? mana mungkin mereka gadis yang sama!” kata Ruki
“benar juga! Aku merasa gadis itu... punya aura kelam. Tau kan.. jenis senyum saat seseorang menghiburmu di pemakaman dan kau tersenyum dipaksakan? Seperti itu! sungguh, aku mengira bertemu vampir waktu itu” Reita menyahut
“berhentilah mengomentari orang lain, Rei” kata Ruki, yang langsung dilempar bungkusan kecil gula.
‘Benar! Kau memang menyebalkan!’ Aku terus menatapnya tajam.
“apa menurutmu kita harus menghampirinya?” kata Uruha
“jangan bodoh. Kita tidak mau merusak kencannya kan?” bantah Aoi “bagaimana menurutmu Rei? Kau yang cukup dekat dengan Kai... apa menurutmu seharusnya kita mengahmpiirinya?”
Reita hanya memegangi tengkuknya dan berkata gugup, “eh... ano... aku-aku juga tidak tahu” lalu mengalihkan tatapan matanya dari teman-temannya dan dalam diam menghabiskan kopinya. “a-aku merasa ganjil. Bisakah kita segera pulang?” katanya meneruskan.
“ada apa dengan kalian? Apa kau juga menonton the Ring? Pasta-mu bahkan belum datang Rei” kata Aoi mengeluarkan senyum mengejek khasnya, lagi.

mou nidoto anata no me wa
kono utsukushii yoake o
utsusu koto mo kanai wa shinai
inochi o tabane sasagetemo

Kai tersenyum, matanya lurus menatap Sumire. Namun pikirannya tidak disitu. Entah sejak kapan ia pandai bertingkah seperti itu. pikiran terus terbayangi bahwa ia seperti merasa melihat Kizuna duduk di meja-meja belakang mereka. Kai berusaha mengacuhkan pikirannya.
“Kai-kun...” Sumire memanggilnya dan Kai menaikkan alisnya. Apa lagi sekarang?
“hmm?” kata Kai lagi tersenyum, seketika Sumire juga tersenyum karena senyum dengan lesung pipi Kai membuatnya ingin tersenyum juga
“ngg... Kai-kun, jika kau ada masalah, tolong beritahu aku. Aku kan tunanganmu, dan kedepannya kita akan terus bersama-sama... aku-aku ingin menjadi orang yang Kai-kun dapat percayai untuk berbagi cerita” katanya sambil tertunduk malu. Sumire tersipu, akhirnya dia bisa mengatakan kalimat itu pada Kai.
seketika itu juga Kai tersadar. Apa yang kulakukan hingga membuat gadis ini mengkhawatirkanku...semua ini salahku, Tuhan. Jangan biarkandia ikut menanggung deritanya... Kai lalu memindahkan kursinya dan menggeretnya ke sisi Sumire, lalu mendekapkan kepala gadis itu di dadanya. aku takkan membiarkannya tahu apa yang dia tidak ketahui. Cerita yang lalu sudah berakhir. Kata Kai dalam hati. Pikirannya melayang ke seminggu yang lalu

Kai hanya berbaring di lantai balkonnya, menatap langit yang sedikit terhalang oleh besi-besi pagar balkon dan beberapa pot tumbuhannya. Pikirannya kacau.
”Ada sesuatu yang nggak beres”, runtuknnya dalam hati.
Tangannya menyisir rambutnya, sebuah kebiasaan. Pikirannya masih dipenuhi bagaimana dia sangat kacau dalam hal percintaan. Sumire jelas gadis yang sangat baik hati, dia terus merawat Kai sementara dia sakit, atau apapun yang terjadi dengannya. Sekitar satu setengah tahun dia bersama Sumire sudah yang sudah seperti Istrinya, maka Kai bertunangan dengan Sumire. Tapi tetap saja, bayangan Sumire tidak akan pernah pudar darinya. Seperti bayangan Kizuna juga. Keduanya memiliki ruangan tersendiri di hatinya dan Kai menikmati setiap saat dia berada di dekat keduanya.
“oh tuhan... aku selingkuh!” dia menyadarinya, seperti Kizuna menyadari bahwa dia hanya simpanan Kai. Ini seharusnya tidak terjadi, mengapa Kizuna masih mau bersamanya sementara Kizuna tau bahwa Kai telah bertunangan dengan Sumire? Tiba-tiba saja dia datang kembali setelah menghilang, juga dengan tiba-tiba.
“Kai-kun~” panggil Kizuna dari dalam, dia membawa semangkuk apel merah segar dan sebilah pisau untuk mengupasnya di tangan yang lain
“ah... nggak jadi bikin pai apel?” kata Kai langsung bangkit dari tidurnya dan menyambar apel
“un... aku kayaknya tiba-tiba berubah pikiran” kata Sumire mengambil apel yang lain dan mulai mengupasnya.
Kai meneruskan lamunannya. “aku harus berhenti seperti ini, ini bukan seperti yang kuharapkan”. Kai kemudian berdiri, tiba-tiba tubuhnya lemas, jarinya tiba-tiba kehilangan tenaga untuk menggenggam apelnya, yang lalu menggelinding jatuh. Menarik perhatian Kizuna yang asyik mengupas apel. Kizuna berdiri dan tanpa sadar masih menggenggam apel dan pisau di tangan yang lainnya.
“Kai?” dia menarik lengan Kai
“tolong Kizuna...” kata Kai terbata
Kizuna hanya menggeleng tanda tidak mengerti. Atau berpura-pura tidak mengerti.
“kita harus menghentikan hubungan ini” kata Kai sambil menatap dalam mata Kizuna
“Kai-kun... kau pasti sedang lelah? Bagaimana kalau tidur dulu? Aku akan menyiapkan—“ kata-kata Kizuna terputus
“kau tidak mengerti... Kizuna” kata Kai frustasi melemparkan tubuhnya ke sofa. Kizuna mengikutinya dan meletakkan pisau serta apelnya di meja.
Senja telah beranjak dan Kizuna belum menyalakan lampu di rumahnya. Semburat matahari hampir meninggalkan langit.
“Kai-kun... apa yang salah? Kenapa begini cepat? Apa... apa Sumire sudah mengetahui hubungan kita?”
“tidak, dia belum tahu dan dia tidak boleh tahu” kata Kai lalu bangkit “kita berhenti sampai disini Kizuna, maaf”

Postingan populer dari blog ini

Hitomi no Jyuunin- L’Arc~en~Ciel (indonesian translate)

ENDLESS RAIN- X JAPAN(Indonesian translate)

Sangatsu Kokonoka- REMIOROMEN (Indonesian translate)