RESENSI Tokyo Zodiac Murders
Judul :
Tokyo Zodiac Murders
Pengarang :
Soji Shimada
Halaman :
354 halaman
Tokyo Zodiac Murders bercerita tentang tiga buah pembunuhan.
Pertama yaitu Pembunuhan Heikichi Umezawa, Seorang seniman dan astrolog. Kedua
yaitu pembunuhan Kazue Kanemoto, anak Tiri Heikichi Umezawa. Dan terakhir yang
paling mengejutkan adalah pembunuhan putri-putri Heikichi. Yang membuat cerita
pembunuhan ini sangat menarik adalah Heikichi, yang merencanakan pembunuhan
putri-putrinya untuk menciptakan Azoth, malah terbunuh duluan. Kemudian disusul
dengan Kazue, yang pembunuhannya Nampak seperti kebetulan semata dan tidak
bersangkutan langsung dengan pembunuhan Heikichi dan putri-putrinya kecuali
bahwa Kazue merupakan salah satu putri heikichi dan pembunuhannya berada
diantara pembunuhan mereka. Pembunuhan putri-putri heikichi berjalan tepat
seperti yang direncanakan heikichi pada catatannya. Terlebih lagi, pembunuh
–atau para pembunuh- dari ketiga kasus ini tidak diketahui dan masih merupakan
misteri selama 40 tahun hingga kasus ini dibuka kembali oleh seorang detektif,
Kiyoshi Mitarai.
Tokyo Zodiac Murders dibuka dengan prolog berjudul ‘azoth’.
Isinya berupa sebuah surat heikichi Umezawa tentang kekagumannya pada azoth,
dewi yang begitu cantik dan menginspirasinya untuk membuat ‘azoth’nya sendiri.
Sedikit dipaparkannya juga tentang cerita hidupnya dan bagaimana seharusnya
bahwa jepang dipimpin oleh seorang dewi cantik sebagaimana legenda. Prolognya
begitu memikat dengan pilihan diksi yang baik sekali tanpa kehilangan makna dan
deskrips, membuat setiap pembaca membayangkan azoth-nya sendiri. Kalau versi
saya, ketika seseorang berbicara tentang wanita jepang yang sangat cantik,
tentu saja, pikiran saya melayang pada model PV Utakata – Kagrra,.
Memasuki babak-babak dalam bab berikutnya, pembaca dibawa
mengembangkan imajinasinya untuk mengurutkan secara kronologis
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Sebagaimana cerita-cerita detektif,
pemeran-pemeran semakin bertambang seiring dengan dimulainya penyelidikan
Kazumi Ishioka dan Kiyoshi Mitarai.
Pencerahan kasus mereka mulai terjadi ketika orang yang
mengajukan kasus tersebut –Mrs. Iida- membawa petunjuk berupa catatan dari
ayahnya, yang ternyata terseret dalam kasus tersebut 40 tahun yang lalu.
Yang begitu menarik dan membuat saya tidak dapat berhenti
membacanya selama 2 hari adalah karena ceritanya begitu mengalir. Tentu saja
berkali-kali saya dibuat bingung dan harus menengokkan ke halaman tentang
silsilah keluarga, tapi pemaparan Soji Shimada tentang pemikiran Kiyoshi serta
wataknya membuat saya bertahan dan berfikir ‘bagaimana detektif yang
serampangan ini akhirnya akan memecahkan kasus yang melegenda?’. Saya juga
sangat menikmati saat dia mendeskripsikan keindahan musim semi di Kyoto lewat
Kazumi. Dan tentu saja, bagaimana rupa Azoth yang diambil dari setiap intisari
gadis-gadis itu.
Satu hal lagi yang menjadi poin plus dari novel ini adalah,
setelah begitu banyak petunjuk yang dipaparkan oleh para karakter, penulis
menyela keasyikan membaca kita dengan memberika surat tantangan untuk menemukan
pembunuh serta cara membunuhnya. Ya, surat tantangan tersebut terdapat 2x.
pertama saat petunjuk terbesar telah dipaparkan dan kedua setelah pembunuh
legendaries tersebut telah saling bertemu dengan Kiyoshi dan Kazumi. Saya, yang
tentu saja sangat terpikat oleh bab-bab sebelumnya berfikir keras saat di surat
tantangan tersebut. Memikirkan berbagai kemungkinan penjahatnya, tapi tetap
saja tidak terlintas di pikiran saya cara membunuhnya. Cara yang begitu kejam,
sederhana dan tetap saja, luar biasa jenius.
Jika ada kekurangan dari cerita ini –IMHO, adalah deskripsi
tentang si pembunuh –atau para pembunuh- kurang jelas. Deskripnya hanya
dipaparkan satu kali ketika Kazumi bertemu sebentar dengannya, pertemuan
pertama dan terakhir dengan si pembunuh yang begitu singkat. Tentu saja,
setelah ini dan itu saya sebagai pembaca mengharapkan tentang deskripsi
mendetail tentang si pembunuh, apalagi Kazumi sendiri adalah seorang detektif,
saya berfikir ‘tidak adalah keinginan oleh kazumi menganalisi kepribadianya
melalui penampilan fisiknya ini?’. Dan juga, walaupun motifnya sudah sangat
jelas, saya entah mengapa masih merasa saya tidak dapat merasakan keinginan
membunuh yang sama dengan yang dialami si pembaca. Menurut saya, akan sangat
baik jika pembaca dapat merasakan setiap emosi yang dirasakan karakternya,
walaupun tentu saja ini adalah cerita non-fiksi, saya sangat berharap bahwa
entah bagaimana saya dapat memahami, merasakan dan memaklumi alasan pembunuhan
tersebut.
Over all, saya merasa novel ini sangat bagus untuk yang para
penggemar novel suspense dengan latar jepang pada masa sebelum PD II.
Dan, tentu saja, selamat menemukan pembunuhnya!