fanFiction Please Rise from The Death on Earth with My Last Kiss (PART 2)

[Please rise from the dead on earth]
[with my last kiss]
-seminggu yang lalu-

“Kai-kun... Kai-kun” aku terisak, terbata mengeja namanya.
“katakan itu tidak benar Kai-kun...” aku merasa lemas. Nafasku tercekat dan mataku panas. Aku merasa kesakitan, jadi kenapa aku belum terbangun dari mimpi buruk ini?
Kai hanya diam, dalam keremangan dia menggenggam tanganku. “Kai-kun...?” kataku lagi, tolonglah, katakan ini hanya bohonng!
“maaf Kizuna... maaf” hanya maaf itu yang diucapkan. “kita harus berakhir, hubungan ini dari awal seharusnya tidak pernah ada” katanya lagi dengan dahi berkerut. Kemana senyum yang selalu kuinginkan itu?
“kau tahu kan kalau... aku sudah bertunangan... kita mengambil terlalu banyak resiko dengan tetap melanjutkannya” dia menumpukan pipinya dalam genggaman tangan kita “tolonglah Kizuna... kita harus berakhir”
“jangan Kai!” aku tersentak berdiri menepis genggaman tangannya, dan dia mengadah menatapku dengan pandangan memelas.
“Kizuna...” dia mengucapkan namaku, namun itu tidak menggerakkan hatiku.
Dia hanya mengucapkan namaku, lalu apa? Bagaimana mungkin? Setelah semua yang telah kuberikan padanya? Setelah kenangan-kenangan yang kita lalu? dengan dia sebagai satu-satunya tujuan dan alasan aku kembali ke kota ini. Mengambil resiko terbesar sebagai buronan dengan kembali ke kota ini. Bagaimana mungkin? Setelah semuanya kupertaruhkan untuknya?
“maafkan aku Kizuna... tapi aku tidak ingin menyakiti tunanganku...” katanya lagi
“tunanganmu? Bagaimana dengan aku Kai?! Bagaimana?!” aku melemparkan buah apel yang berada di dekatku dan buah tersebut menghantam bahunya.
Aku merasa ditipu! Pembohong! Airmataku meleleh tanpa kusadari, hangat di tenggorokanku yang terasa sakit, aku ingin menjerit dirtengah nafasku yang terputus-putus. Bagaimana mungkin? Satu-satunya orang yang kupercaya mengkhianatiku? Pandanganku memburam oleh airmata namun aku yakin, walau aku berharap aku salah, bahwa ini kenyataan. Yang sangat menyedihkan, perih.
“kita berjanji untuk berjalan bersama dengan semua resiko yang kita ambil, kita berjanji untuk saling mengisi! Kamu pembohong!” aku mulai meneriakkinya di sela-sela tangisku, suaraku semakin serak.
“kamu sebut aku pembohong?! Bagaimana dengan kamu yang terus membohongi dirimu sendiri? Menutupi kenyataan bahwa aku sudah terikat dengan gadis lain dan membuat khayalan bahwa suatu saat kita akan hidup bersama?! Katakan padaku Kizuna, siapa yang pembohong!” suaranya mulai meninggi, namun dia tidak beranjak dari duduknya.
“kamu yang menjanjikanku segalanya, sayang? Iya kan?” kukatakan itu dengan nada bengis yang biasa kutunjukkan di depan cermin kepada bayanganku dan langsung mendekapnya dari belakang.
Aku merebahkan kepalaku di rambutnya dan menghirup harum shamponya. aku merasakan kulitnya pucat dengan titik-titik keringat dibawah lenganku. Aku mendengarkan nafas memburunya yang kusuKai... aku melihat sebilah pisau di meja bersama apel, tergeletak diacuhkan oleh siapapun kecuali aku. Kai pasti akan menjadi boneka paling manis yang pernah kubuat. Tapi... bagaimana aku bisa mempertahankan senyumnya? Bagaimana membuat matanya tetap hitam? Bagaimana mempertahankan binar senyumnya?
itsu made mo
sono negao o shizuka ni mitsumeteita
nemuri o sasou
yasashii kaze ga futari o tsutsumu made
malam yang hangat, di awal musim semi. Di pantai.
-3 minggu yang lalu-
“heh? Laut berwarna biru karena pantulan langit kan? Langit juga berwarna biru...” kata Kai malam kepada gadis yang tertidur di pangkuannya.
“huh? Entahlah... aku pernah melihat langit berwarma merah, serburat kuning ke-oranyean, biru, biru gelap, hitam... tapi aku hanya pernah melihat laut dalam dua warna, hitam dan biru” balas gadis itu, menatap ke arah lautan yang saat itu hitam.
“huhuhu, itu karena ada pantulan matahari, kan? Jadilah matahariku Kizuna...” kata Kai lagi, mencoba membujuk gadisnya.
gadis itu menatap Kai, memalingkan mukanya darii lautan dan menekuk bibirnya “aku.... tidak suka matahari!” katanya lagi. Setelah Kai mengangkat alisnya, si gadis melanjutkan “matahari itu silau! Dia selalu membangunkanku setiap pagi... padahal aku tidak ingin terbangun! Aku ingin terus tertidur dan bermimpi. Karena dalam mimpi... hanya ada Kita berdua!” katanya lagi
“aku... juga pernah melihat matahari membuat langit menjadi semburat violet(Sumire)!” sambungnya lagi dengan nada merajuk.
“ah... itu... kau lihat di lukisan kan?” kata Kai mencoba berkilah
“tidak penting aku pernah melihat dimana” kata Kizuna memalingkan wajahnya menuju laut lagi
“Kizuna?” Kai mengelus rambutnya dan berharap mendapat penjelasan.
“mari kita bersama menjadi hitam pekat seperti malam ini, Kai-kun...”
“Kizuna?” lagi, Kai hanya menyebut namanya dengan nada bertanya. Sesuatu yang hanya bisa ia lakukan terhadap Kizuna, bukan kepada tunangannya.
“kau nggak mau jadi matahariku?” kata Kai lagi
“un... banyak orang mengeluh tentang matahari” kata Kizuna menautkan jarinya pada jemari Kai “Terlalu panas, terlalu silau, terlalu lama. Tapi tidak ada orang yang mengeluh tentang malam kan?” katanya lagi.
“lagipula... aku tidak bisa bertemu kau disiang hari kan?” katanya lalu menyentakkan jari-jarinya hingga terlepas dari Kai.
Kai terdiam. Itu sebuah kalimat paling menohok untuknya.
Benar, Kizuna adalah gadis yang bisa membahagiakannya, namun bersama Kizuna terlalu banyak mengambil resiko. Bahkan sangat beresiko untuk tetap berhubungan dengannya. Tetap saja, apa yang telah dilakukan Kizuna untuknya terlalu jauh untuk diabaikan. Tapi toh akhirnya Kai kemabli lagi kepada Kizuna dan mengambil semua resikonya, menyembunyikan bukan hanya selingkuhannya tapi juga seorang pembunuh psikopat. Kai tidak akan pernah tahu kapan keinginan membunuh Kizuna bangkit, dan dia masih dengan segala resiko yang bisa terjadi, bersikeras menyembunyikan Kizuna. Tunangannya hingga 2 tahun yang lalu, sebelum polisi mendobrak apartemen Kizuna dimana Kizuna ‘memainkan’ mayat-mayat korbannya. Kai merasa menonton TV-nya lagi, seperti dvd yang di-preview. TV tersebut menampilakn pemuda yang berbicara dengan semangat, tahu bahwa dia yang pertama meliput tentang berita ini. Pemuda tersebut berdiri membelakangi pintu apartemen yang terbuka, namuan terdapat tali-tali tanda garis polisi di depan pintunya. Dan mereka masuk, pemuda itu beserta kamerawannya.Pertama disorot ruang tengah dan dapur Kizuna yang menjadi satu, menunjukkan konter di dapurnya serta bunga lili putih yang mulai menjadi coklat karena layu. Lalu kamera tiba-tiba bergeser karena pemuda tadi berteriak ‘lihatlah! Lihatlah!’ dan layar kaca nenampilkan adegan kamar Kizuna yang dipenuhi boneka-boneka berdarah dari tubuh manusia yang dikeringkan. Bila Kai tidak tahu sebelumnya bahwa boneka-boneka tersebut dari mayat manusia, maka dia akan berfikir bahwa kamar tersebut cukup artistik. Ruangan-ruangan apartemen Kizuna yang disorot kamera yang meliput menampilkan mayat perempuan dan laki-laki langsing tersebut hanya tertutup Kain-Kain tipis berwarna cerah, dililit-lilitkan di tubuhnya dan diikat dengan tali keemasan. Belati-belati masih menancap di tubuh mereka dan tempat itu tidak tertutupi Kain. Sebagian wajah dan leher mereka tampak ditulisi oleh tulisan-tulisan menurun yang tidak dapat dibaca karena kamera tidak menyorotnya cukup dekat, namun tulisan tersebut nampak dikaligrafi. Secara keseluruhan, terlepas dari fakta bahwa benda tersebut adalah mayat, mereka tampak mengagumkan. Jauh dari bayangan orang-orang tentang psikopat. Mayat itu... nampak seperti seni, bahkan pose mereka yang telah mengeras tampak seperti sedang berpose, darah yang mengering dan menggumpal telah menjadi lelehan tinta dan melingkar di jari-jari salah satu mayat seorang gadis.
“ayo Kai, ayo kita menjadi malam yang pekat! Ayo kita sesatkan orang-orang dalam tiap kilau indah bintang-bintang kita! Ayo kita buat kenangan melebihi saat matahari ada” kata Kizuna bangkit dari tidurnya dan menggenggam lengan Kai, membuatnya tersentak dan menghamburkan ingatannya tentang liputan TV itu.
“malam memang indah Kizuna, tapi sekeras apapun kau menahannya dia akan tetap pergi, matahari akan datang...” kata Kai sambil mengelus rambut Kizuna yang berkibar ditiup angin laut malam.
Kizuna menggeleng, helaian rambutnya mengelus pipi Kai “un... aku ingin mataku terus melihat malam. Terbuka saat matahari tenggelam dan tertutup saat matahari terbit”
“tidak bisa Kizuna... malam akan tetap pergi. Tapi...”
kata-kata Kai terhenti karena Kizuna sudah membekap mulut Kai dengan bibirnya.

kono koi wa toki o koete (cinta ini menyebrangi waktu)
anata no moto ni sakaseyou (bermekaran di dasarmu)
ikusen no yoru to asa o mukae(menjemput seribu malam dan pagi)
dare no te ni mo todokanai chi de (di daratan yang tak bisa dicapai oleh siapapun)
“Kai-kun...” kata Kizuna lagi, waktu berjalan lambat semenjak Kai mengatakan untuk mengakhiri hubungan kita. Ruangan gelap, malam tanpa bintang telah datang.
“Kai-kun... kau satu-satunya yang kumiliki di dunia ini...” aku berkata lagi. Waktu berjalan semakin lambat, bahkan aku tidak mendengar detak jatum detik yang bergerak, mungkin pikiran dan emosi telah menulikan kami.
“Kizuna... setelah ini aku takkan kembali padamu” kata Kai mengecup pipiku lembut dan memelukku, aku yakin Kai pasti merasakan tubuhku benar-benar lemas sekarang, aku terjatuh dalam pelukkannya. Benar-benar terjatuh, tangganku menggantung di kedua lengannya.
Ini... berakhir?
Aku berusaha mengerjapkan mataku dan airmata kembali turun tanpa bisa kutahan. Aku membiarkannya mendengar isak kecilku dan nafasku yang semakin terbata. Pikiranku kacau, bahkan yang telah kupertahankan selama ini meninggalkanku.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yang dingin dan tajam menembus bagian belakang pinggulku. Apa? Aku merasakan sakit yang tidak terkira, aku ingin menjerit tapi bahkan bernafas pun susah. Semua perhatian dan sarafku mengacu pada daerah yang perih itu, seakan semua bagian tubuhku tidak merasakan apapun kecuali daerah itu. aku tahu... Kai memilih jalan untuk melenyapkanku selamanya...
“maaf Kizuna... maaf...” kata Kai memelukku semakin erat, namun aku nyaris tidak merasakan apa-apa, perasaan samar bahwa tangan Kai beranjak dari pisau di belakang tubuhku berpindah ke leherku. Aku juga merasakan samar, sesuatu yang hangat dan cair menggesek di antara jari-jari Kai dan leherku.
Apakah itu... darahku?
Aku berusaha tersenyum, tapi aku tidak yakin aku berhasil melakukannya, aku tahu tarikan nafasku tinggal beberapa kali lagi, dan setiap melakukannya aku seakan semakin terjatuh dalam rasa kantuk yang sangat perih. Dengan susah payah aku membisikkan kata-kata di telinga Kai
“arigatou, Kai-kun...”
Terima kasih untuk segalanya.
Terima kasih untuk menerima setiap seluk tergelapku.
Terima kasih untuk membiarkanku mempunyai mimpi-mimpi indah.
Terima kasih hingga akhirnya kau yang membebaskanku dari rasa sakit ini..

Aku... pasti akan menjadi salah satu boneka cantik itu.


EPILOG

Kai masih mendekap Sumire di dadanya, dia tidak ingin untuk kedua kalinya berpisah dengan orang yang dicintainya. Walau harga yang harus dibayar nyaris tidak terpikirkan oleh Kai sebelumnya, tapi kini jalannya hingga kedepan adalah jalan terang bersama Sumire.
“permisi, pesanan anda sudah datang...” kata pelayan berambut panjang meletakkan nampannya di meja Kai dan memindahkan hidangan di atasnya ke meja Kai.
cih! Dasar pelayan tidak tahu situasi runtuk Kai sambil melepaskan dekapannya dengan Sumire
“maaf telah menunggu lama” kata pelayan itu dan akhirnya pergi lagi.
Pai apel?
Kai mengambil pisau dan garpunya dan memotong bagian kecil untuk dirinya dan Sumire. Dan mulai memakan pai apelnya suap demi suap.
“Kai... apa kita tadi sudah memesan menu makan?” tanya Sumire.
Kai tersentak. Benar! Pikirannya benar-benar kacau hingga dia tidak sadar bahwa dia bahkan belum memanggil pelayan. Dan pai apel? Apakah ini benar-benar sebuah kebetulan?
Kai mengadah dan memandang pelayan yang tadi mengantar pesanannya. Seakan menunggu reaksi Kai, pelayan itu menoleh dalam gerakan lambat, perlahan memperlihatkan senyumnya yang bengis. Senyum yang dikenal baik oleh Kai.

“mari kita bersama menjadi hitam pekat seperti malam ini, Kai-kun...”
...
“tidak bisa Kizuna... malam akan tetap pergi. Tapi... malam akan terus datang lagi, berganti setiap harinya. Maka dari itu, teruslah hidup dan bermekaran di dasar hatiku, bertahanlah melewati matahari. Karena walaupun malam pergi, dia akan datang lagi di penghujung siang bersamaku...”

____________***_______________

ARRRGGHHH!!!! Akhirnya kelar juga ini fanfic aneh binti abal! Setelah melewati ujian naik-naikkan kelas, melewati class meeting, melewati hari-hari bersemedi menatap poto Kai... << hunyu~~ padahal akhirnya nggak mau gini, tapi seiring bergeletuk keyboard saya... well. Begitulah.
hahaahahahha~ aneh? Aneh? Aneh????
Kai kun, maafkan diriku yang membuatmu terlihat seperti ini, huhuhu, aslinya akang Kai nggak gitu kok ^^ *unyel San*
om, haido... lagi-lagi aku minjem lirikmu... nggak papa ye? Uekekekek~~

Postingan populer dari blog ini

Hitomi no Jyuunin- L’Arc~en~Ciel (indonesian translate)

Sangatsu Kokonoka- REMIOROMEN (Indonesian translate)

ENDLESS RAIN- X JAPAN(Indonesian translate)