RESENSI 'THE SWEET SINS' by Rangga Wirianto Putra
Judul : The Sweet Sins
Tahun : 2012
Penulis : Rangga Wirianto Putra
Jumlah
halaman : 428
Penerbit : DIVA Press
Rangga
yang lahir pada 30 oktober 1988 ini telah menyukai dunia tulis-menulis semenjak
dia SMP dan cerpennya pun pernah dimuat di majalah kampusnya. Kegemarannya
selain buku dan menulis adalah mengoleksi lukisan, fotografer, serta
mempelajari partitur dan libretto opera eropa, yang mana sangat tercermin di
isi novel ini. Novel ini adalah bentuk lain dari tugas akhirnya yang juga membahas
tentang kehidupan homoseksual yang ditinjau dari segi psikologis, dia memilih untuk lebih menekuni psikologi
daripada ekonomi seperti kedua orangtuanya.
Daya
tarik utama buku ini, menurut saya adalah tentu saja tema percintaan terlarang
antara dua orang lelaki. Tema yang sangat langka dan sedikit peminatnya namun
dibawakan dengan sangat baik oleh rangga.
Novel ini
dibuka dengan kehidupan Reino, atau yang lebih dikenal dengan Rei, di jogja
yang kental dengan kehidupan malam. Rei yang seorang gigolo dengan masa lalu
yang cukup kelam. Ia ditinggalkan oleh ayahnya dalam umur yang sangat muda.
Ditengah hidupnya yang semerawut itu dia bertemu –atau lebih tepatnya
‘ditemukan’- oleh Ardo. Newscaster dengan sikap yang sangat dewasa. Kedekatan
mereka diartikan Rei awalnya adalah dia menemukan seseorang dengan sosok ayah
yang telah lama hilang. Dengan Ardo, Rei merasa begitu tentram dan begitu
damai. Hingga akhirnya di salah satu liburan mereka Ardo menyatakan cinta pada
Rei, dan rei menyambut perasaan Ardo dengan sukacita.
Dimulailah
hari-hari penuh cinta terlarang antara mereka berdua.
Hal yang
paling membuat saya jatuh cinta pada novel ini sehingga tidak bosan membacanya
berkali-kali adalah bagaimana mereka berdua saling belajar dari pengalamana
yang lain, saling mengisi dan saling
memberi kepada yang lain. Seperti pada sebuah adegan Ardo bercerita tentang
salah satu berita yang diliputnya. Di akhir cerita itu, dia menarik kesimpulan
tentang memberi dan tentang menjaga amanat.
Konflik
cerita dimulai ketika Ardo diminta pulang dan saat itu dia dijohkan dengan
seorang artis papan atas oleh ayahnya yang sekarat. Tanpa mampu memberikan
jawaban yang pasti, Ardo masih tetap menjalani hubungan dengan rei. Sementara
Rei terus berusaha menjadi ‘seseorang yang layak untuk dicintai’. Namun pada
akhirnya, Ardo terpaksa menerima perjodohan tersebut. Dari kehilangan itulah
Rei belajar segalanya. Belajar melepaskan, belajar mengikhlaskan.
Satu lagi
poin pada novel ini adalah kalimat-kalimat yang benar-benar ‘mengena’. Seperti “melepaskan adalah bukti paling shahih dalam
mencintai”, “ketika kita kehilangan, sebenarnya Tuhan Cuma sedang
mengantikannya dengan sesuatu yang lain”, atau bahkan kalimat nyeleneh
seperti “takdir dan cobaan hidup itu
ibarat pemerkosaan. Jika lo tidak mampu melawan, plisss, nikmatilah!”
Bagi
saya, novel yang bener-bener direkomendasikan untuk mereka yang bosan dengan cerita
cinta yang biasa-biasa aja dan berani mencoba akhir yang ngga bisa ditebak.